Merdeka dari Kegelapan: Cahaya Baru di Rumah Jolly Walangitan
Ringkasan Berita
Malam itu, suara jangkrik terdengar dari sela pepohonan di Desa Tounelet, Kabupaten Minahasa. Di rumah kayu sederhana, Jolly Walangitan (59 tahun) memandangi bohlam yang baru menyala di langit-langit ruang tamunya. Senyum merekah di wajahnya, matanya berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya, rumah itu terang bukan karena lilin, bukan pula menyalur dari tetangga melainkan dari listrik miliknya sendiri.
Malam itu, suara jangkrik terdengar dari sela pepohonan di Desa Tounelet, Kabupaten Minahasa. Di rumah kayu sederhana, Jolly Walangitan (59 tahun) memandangi bohlam yang baru menyala di langit-langit ruang tamunya. Senyum merekah di wajahnya, matanya berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya, rumah itu terang bukan karena lilin, bukan pula menyalur dari tetangga melainkan dari listrik miliknya sendiri.
“Sebelum kami memiliki lampu listrik, kami hanya memakai lilin, kemudian menyalur ke rumah saudara,” tutur Jolly lirih.
Sebelum listrik masuk ke desanya, kehidupan sehari-hari warga penuh keterbatasan. Saat malam tiba, mereka hanya mengandalkan cahaya redup dari pelita. Aktivitas seperti belajar, memasak, atau bahkan sekadar berkumpul bersama keluarga menjadi sulit dilakukan. Ia mengenang masa-masa itu dengan nada haru.
“Kalau anak-anak belajar malam, cahayanya redup sekali. Masak pun susah, belum punya rice cooker, hanya pakai kompor. Tapi sekarang kami bersyukur karena sudah memiliki listrik sendiri,” tambahnya.
Selama bertahun-tahun, keluarga Jolly bergantung pada aliran listrik dari rumah saudaranya. Setiap kali token listrik habis, rumah mereka pun kembali gelap. Kini, setelah menerima Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) dari pemerintah, keluarga Jolly tidak lagi bergantung pada orang lain.
“Kami berterima kasih karena adanya bantuan ini. Tidak seperti dulu lagi. Kami dari keluarga menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto dan juga kepada Bapak Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral-red) yang telah membantu kami mendapatkan sambungan listrik gratis. Tuhan memberkati,” ujarnya penuh haru.
Kisah Jolly menjadi salah satu potret nyata dari program “Merdeka dari Kegelapan”, yang diresmikan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Desa Winebetan, Kecamatan Langowan Selatan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada Rabu (29/10/2025).
Tiga proyek tersebut meliputi Program BPBL di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hidro (PLTMH) Wairara berkapasitas 1x128 kW di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, dan PLTMH Anggi Tahap I berkapasitas 1x150 kW di Pegunungan Arfak, Papua Barat.
Ketiga proyek tersebut menjadi simbol komitmen Pemerintah untuk mempercepat pemerataan akses energi di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), serta mendukung agenda Astacita Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan kedaulatan dan keadilan energi bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Sesungguhnya program listrik desa ini adalah kehadiran negara dalam memberikan penerangan,” tegas Bahlil.
Ia mengungkapkan, masih terdapat sekitar 5.700 desa dan 4.400 dusun di Indonesia yang belum menikmati listrik, sehingga pemerataan elektrifikasi menjadi prioritas utama pembangunan sektor energi nasional. Menurutnya, kehadiran listrik tidak hanya memberi penerangan, tetapi juga membuka jalan bagi kemajuan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat.
“Tidak boleh lagi kita biarkan anak-anak kita hidup dalam kegelapan. Mereka berhak atas fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang layak,” ujarnya.
Program ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai rasio elektrifikasi 100 persen, sekaligus mempercepat transisi energi di seluruh pelosok negeri.
Dan malam itu, di rumah sederhana milik Jolly Walangitan, cahaya yang dulu hanya menumpang kini bersumber dari miliknya sendiri. Sebuah lampu sederhana, namun di balik sinarnya, terpancar makna besar tentang kehadiran negara yang benar-benar menerangi rakyatnya. (RA)