Keberhasilan sektor ketenagalistrikan tidak hanya diukur dari ketersediaan energi listrik, tetapi juga dari mutu layanan yang benar-benar dirasakan masyarakat. Pasokan listrik yang stabil harus diiringi dengan pelayanan yang cepat, responsif, dan mampu menjawab kebutuhan konsumen. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Ida Nuryatin Finahari saat membuka Ngopi@PerpusGatrik di Jakarta, Rabu (24/09/2025).
“Kualitas sektor ketenagalistrikan akan tercermin dari sejauh mana Tingkat Mutu Pelayanan dapat dipenuhi sesuai standar yang ditetapkan pemerintah,” ujar Ida.
Sharing session bertema “Mengenal Tingkat Mutu Pelayanan Ketenagalistrikan: Listrik Andal, Pelanggan Puas!” ini dilakukan untuk mengenalkan kebijakan Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) Ketenagalistrikan sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 jo. Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2025.
Aturan ini menjadi pedoman penting bagi penyelenggara ketenagalistrikan untuk menjaga keandalan pasokan, mempercepat penanganan gangguan, serta memastikan kompensasi diberikan apabila standar mutu tidak terpenuhi. Dengan adanya regulasi tersebut, kualitas layanan listrik diharapkan semakin transparan, terukur, dan memberikan kepastian yang adil bagi konsumen.
Koordinator Perlindungan Konsumen dan Usaha Ketenagalistrikan Ditjen Ketenagalistrikan Ainul Wafa memaparkan penguatan TMP sebagai instrumen perlindungan konsumen. Ia menyebut regulasi ini berlandaskan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Terdapat 13 indikator TMP, di mana 6 indikator di antaranya mewajibkan kompensasi jika tidak tercapai.
“TMP bukan hanya soal teknis, tetapi juga komitmen membangun kepercayaan publik terhadap penyelenggara ketenagalistrikan,” jelasnya.
Ia menuturkan, penetapan TMP dilakukan melalui usulan PLN yang kemudian dievaluasi Ditjen Gatrik sebelum ditetapkan oleh Menteri ESDM. Kompensasi diberikan dalam bentuk pengurangan tagihan bagi pelanggan pascabayar atau penambahan token untuk pelanggan prabayar. Ainul juga menekankan pentingnya transparansi melalui publikasi Info TMP, sosialisasi lewat media sosial serta evaluasi rutin melalui survei kepuasan pelanggan.
Dari sisi konsumen, Ketua Pengurus Harian YLKI Niti Emiliana sebagai narasumber penanggap menilai indikator TMP perlu diperluas agar lebih komprehensif. Ia menekankan pentingnya keselarasan antara UU Perlindungan Konsumen dan UU Ketenagalistrikan dalam melindungi hak masyarakat atas layanan listrik yang andal, harga wajar, serta ganti rugi bila mutu pelayanan tidak terpenuhi.
“Konsumen tidak hanya butuh listrik yang menyala, tetapi juga tegangan yang stabil, informasi gangguan secara real-time, serta respon cepat terhadap pengaduan,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa konsumen memiliki kewajiban membayar listrik tepat waktu, tidak mengutak-atik KWH meter, dan menjaga keamanan instalasi. Sementara itu, pemerintah dan penyedia listrik dituntut memperlakukan konsumen secara adil.
Diskusi berlangsung interaktif dengan beragam pertanyaan seputar mekanisme kompensasi hingga tantangan layanan di luar Jawa. Antusiasme peserta mencerminkan tingginya perhatian terhadap mutu pelayanan listrik, sekaligus semangat bersama untuk mendorong layanan ketenagalistrikan yang lebih transparan, adil, dan memuaskan bagi masyarakat di seluruh Indonesia. (NH)